Pages

Tuesday, January 25, 2005

Butuh Cepat!

Dibutuhkan cepat metode pembunuh rasa yang efektif dan efisien!

Emang kaki kamu nggak capek ya tiap detik berkeliaran di kepala ku?

Wednesday, January 12, 2005

Sampe Ketemu Lagi Mpus

Udah lama banget kita nggak ketemu. Yang gw inget adalah kita terakhir ketemu 8 tahun lalu. Tapi kesempatan untuk bisa kenal sama lu adalah salah satu hal dalam hidup yang selalu gue syukuri. Gue gak akan pernah lupa kesederhanaan dan ke-apa-ada-annya elo. Gue bahkan masih inget saat lu muji pacar gue (sekarang udah jadi istri gue Mpus... alhamdulillah) saat gue ngasih lihat fotonya. Gue juga inget komentar lu "Kok gaya'nya nabrak pohon sih?" hehehehe...

Anyway, gue bersukur lu bisa berangkat duluan. Sementara gue masih harus berkutat dengan kebohongan-kebohongan dunia ini entah sampai kapan. Satu hal yang pasti, saat gue ke sana... moga-moga lu bisa menyambut gue dengan senyuman lu yang penuh kejujuran itu Mpus. Semoga...

Sampe ketemu ya Mpus.

Friday, January 07, 2005

Saya Manusia Paling Tidak Kreatif


Saya memang manusia yang paling tidak kreatif. Tidak ada satu pun hasil perbuatan, pekerjaan atau pemikiran saya yang orisinal. Semuanya nyontek.
Makan nyontek orang tua.
Belajar nyontek orang pinter.
Kerja nyontek archive.
Naik motor nyontek om.
Jalan kaki nyontek pragawan.
Benar-benar tidak kreatif sama sekali.

Hal ini bukannya tidak saya sadari. Ratusan, ribuan bahkan jutaan cara dan metodologi telah saya coba. Hasilnya selalu balik lagi ke kotak satu (baca: back to square one; red.). Coba-coba jadi kreatif dalam bergaul, hasilnya basi. Kata orang-orang, saya rajanya basi. Mau kreatif dalam bekerja, hasilnya jadi nggak mutu. Hasilnya bikin orang nggak ngerti apa maksud pesan komunikasinya. Mau kreatif berkomentar hasilnya malah jadi sok tahu.

Terus terang saya sudah bosan dengan ke-tidak-kreatif-an hidup saya. Rasanya mau mati saja. Tapi saya tidak berhasil menemukan cara bunuh diri yang orisinil. Semua cara sudah ada pioneer-nya. Saya nggak mau dong nyontek buat mati. Saat nyawa saya terangkat dari raga, itu harus jadi moment yang spektakuler. Semua orang membicarakannya.

Mau bertahan hidup pun saya malu. Setiap hari saya cuma terisi dengan plagiasi-plagiasi. Benar-benar tidak orisinil. Benar-benar tidak kreatif. Saya memang orang yang paling tidak kreatif di dunia ini. Sumpah!


Inspired by Subiakto Priosoedarsono.

Wednesday, January 05, 2005

Ngeles

Talenta manusia berbeda-beda. Ada yang jago nulis, jago silat, jago theatre... ada juga yang jago ngeles. Ini yang paling sulit dideteksi.

Orang yang jago ngeles dalam kesehariannya terlihat low profile. Gak menonjol-menonjol amat. Tapi ajaibnya, slamet terus. Terang aja slamet, wong jago ngeles!

Biasanya ngeles itu berkaitan sama bela diri. Pas dipukul, ngeles. Di olah raga ada tinju. Petinju-petinju sebelum mukanya bengep dan babak belur biasanya masih gesit ngelesnya.

Anehnya, kadang di dunia yang gak ada hubungannya ama ngeles-mengeles... bisa juga dijumpai Sang Jago Ngeles. Contohnya dalam advertising agency. Sialnya yang jago ngeles adalah salah seorang Bina Usaha. Jauh hari sebelum berangkat present, dia udah dikirimin kerjaannya. Nggak ada comment apa-apa. Begitu direject client, langsung yang belagak pilon seolah-olah setuju ama client bahwa kerjaannya kurang bagus. Dalam perjalanan pulang langsung request "Bikin lagi dong alternatifnya... yang bagus ya."

Waaaks... mbok ya dari kemaren-kemaren gitu lho. Jadi kita juga enak bikinnya. Mau yang bagus kaya' apa... itu juga harus ada dasarnya. Kalo cuma minta yang bagus, semua juga bisa. Bagus yang gimana nih? Itu yang penting. Jadi lain kali jangan belagak setuju di kantor, tp pas direject client langsung buang body dan jadi SI JAGO NGELES. Qeqeqeqe...


Si Jago Ngeles
Begitu kunamakan
Di sini lain
Di sana ngomong lain

Monday, January 03, 2005

Love & Hate

Pernah ngalamin love-hate relationship? Sebuah hubungan yang sangat kompleks. Semakin besar cintanya, semakin besar pula bencinya. Irrelevant? Maybe. Tapi ini bukan masalah itu kok... kurang lebih sama. Topiknya adalah kondisi di mana Anda harus melupakan rasa cinta yang begitu besar pada seseorang, karena cinta Anda hanya membuatnya menderita.

Contohnya dalah teman saya si Dudung. Dia sangat mencintai seorang wanita bernama Nunung. Tapi sayangnya mereka nggak bisa bersama. Alasannya? Bukan topik bahasan sih, jadi tak usah diangkat lah. Lagian biar judgementnya bisa obyektif. Kadang kita sering menyalahkan orang yang terlilit emosi dan menanggalkan logika. Padahal perasaan nggak mungkin dilawan (kecuali untuk mereka yang mati rasa).

Setelah setahun tiga bulan menjalin hubungan, Dudung terpaksa melepaskan Nunung. Setelahnya, phase patah hati dijalani Dudung. Setelah enam bulan, baru Dudung bisa melupakan kepedihannya karena tidak bisa menyalurkan cintanya pada Nunung. Kebetulan hal itu membawa konsekwensi lain buat Dudung. Dia merasa harus meminimalisir komunikasi dengan Nunung. Alasannya sederhana. Apa pun bentuknya, setiap komunikasi yang terjadi (bahkan hanya dengan melihat tulisan Nunung pun) membuat Dudung terbawa perasaan.

Jalan keluar yang diambil Dudung sangat drastis. Dia bahkan harus menahan diri untuk tidak menerima telepon dari Nunung. Sangat berat, mengingat tidak sedetik pun kehidupan Dudung berjalan tanpa bayangan Nunung berkelana di alam hayalnya. Dudung bahkan memasrahkan diri rela untuk dibenci Nunung (karena seolah bersikap tidak mengacuhkan Nunung). Semua dilakukan agar Nunung bisa melanjutkan hidup dan menghilangkan Dudung dari hidupnya.

Saya dan beberapa teman lainnya melihat Dudung seperti biasa-biasa saja. Dia tetap dengan keceriaannya. Tetap dengan becandaan garingnya. Tetap dengan kegatelannya terhadap gadis-gadis sexy di kantor kami. Tapi tak seorang pun menyadari bahwa Dudung sebenarnya menyimpan kepedihan. Kepedihan karena tidak bisa menyalurkan cintanya pada orang yang dia cintai.


(Niru gayanya Yoga ah... menutup tulisan dengan lirik lagu)
Cintaku tak harus...
Miliki dirimu...
Meski perih mengiris...
Iris segala janji...

Mau Bantu Gak Sih?

"Nyampe gak bantuannya?". Itu salah satu pertanyaan yg muncul dari seorang tetangga ketika dimintai sumbangan baju/makanan kering/uang untuk korban Tsunami. Pertanyaan tolol yang nggak penting!

Saya tidak melecehkan ke-kurang-semangat-an orang itu untuk menyumbang. Tidak juga menghina ke-tidak-percaya-annya pada panitia (yang memang masih remaja: organisasi karang taruna RW).

Saya mencela rasional munculnya pertanyaan bodoh itu. Logikanya sederhana aja kok. Dia khawatir apakah bantuan itu bisa sampai ke tangan yang membutuhkan atau tidak. Tapi kalau tidak diberikan, bantuan itu sudah pasti nggak akan sampai! Gampang kan.

Lagian kalo mau nolong ya nolong aja. Mau bantuannya sampe atow nggak kan itu bukan urusan kita. Kalo mediatornya mau ngembat, yakin deh... karma itu pasti ada! Lagian masa' sih ada orang yang gak punya nurani ampe tega2nya ngembat bantuan utk korban bencana yang sedahsyat itu?

Jadi, plis deh. Kalo mau nolong ya nolong aja. Kalo nggak mau ya udah. Bilang aja nggak mau. Nggak usah ngeles kanan ngeles kiri. Kesannya gak mau banget dibilang "merki". Konsekwen dong. Kalo gak mau nolong ya terima juga risikonya. Ok beibeh?