Pages

Tuesday, January 08, 2008

Indonesia Bangsa Pemaaf


Image pinjem dari sini.

Nggak tahu kenapa kita gampang sekali memberi maaf. Kesalahan segunung bisa termaafkan dengan satu kebaikan. Kesalahan yang bertumpuk jadi termaafkan saat si pembuat kesalahan menderita. Menderita karena sakit, menderita karena kehilangan kekuasaan (ini perlu dipertanyakan sih, apa iya bener2 menderita?), menderita karena terlalu tua (orang tua kan udah nggak kuat ngapa2in lagi... katanya).

Pernah nggak ngalamin dapat tetangga yang nyebelin banget? Bikin ribut sampai anak bayi kita nggak bisa tidur, nanam pohon tinggi yang daun-daun rontoknya ngotorin pekarangan kita, punya motor kelaksonnya kaya’ bunyi kambing ngembek yang berisik buanget, ibu rumpi yang sambil nyapu halamannya ngelirik-ngelirik penuh rasa penasaran ke arah rumah kita... dan daftarnya pun berlanjut (silaken isi sendiri).

Anehnya saat kita kesusahan dan kebetulan tetangga yang nyebelin itu membantu, langsung semua kekesalan masa lalu itu termaafkan. Kita jadi permisif dan begitu pemaaf. Gangguan-gangguan yang datang berikutnya bisa diterima karena kita kemudian berusaha mencari (membuat-buat) pembenaran yang bisa jadi alasan kenapa dia berbuat begitu.

Apa ini budaya Jawa? Nggak juga. Dalam sejarah tanah Jawi, cukup banyak kisah yang menggambarkan bahwa masyarakat yang kerap tampak santun dan lemah lembut ini pun bisa jadi pemarah dan beringas.

Budaya timur? Halah... terminologi apa pula ini. Nggak usah terlalu mendikotomikan timur dan barat lah. Orang barat kalau dipuji otomatis akan bilang “thank you”. Coba puji temen kita deh, paling banyakan juga mesem-mesem malu tapi ge-er. Jadi maaf aja kalau saya tidak mau membedakan budaya barat dan timur yang kemudian biasanya mensuperiorkan salah satu budaya di atas lainnya.

Jadi dari mana ya tradisi bangsa pemaaf ini lahir? Ada yang tahu?


PS
Saya lagi nggak ngebahas topik ‘hangat namun basi’ yang muncul kembali seputar salah satu tokoh bangsa ini lho ya.

2 comments:

Anonymous said...

wah, memaafkan itu buat gue wajib. gak selalu gampang, tapi wajib. ini bukan untuk kepentingan yang dimaafkan. tapi buat kepentingan gue sendiri. setelah memaafkan, biasanya hati gue tenang.

soal soeharto (sebut aja napa cin?), gue memaafkan dia. tapi kalau ada bukti baru, yang kuat, yang sudah layak disidangkan, ya jangan sungkan-sungkan mengajak soeharto ke pengadilan. ini gak ada hubungannya sama maaf-memaafkan. ini soal keadilan.

tapi gue ngerti maksud tulisan bapak bucin ini. karena dari memaafkan, soeharto tinggal selangkah lagi mendapatkan pengampunan dari presiden. kasusnya ditutup deh.

padahal, menurut gue, memaafkan dan keadilan adalah dua hal yang berbeda. dua-duanya bisa dijalankan secara berbarengan. memaafkan sekaligus mengadili soeharto. kalo speak-speak iblisnya: soeharto harus diadili karena kita mencintai bapak orba ini. kekekeke.

Bucin said...

ZAKY:
point very well taken dan setuju sekali. saat ini perbedaannya jadi nggak jelas antara mengadili dan memaafkan. otoritas individu (memaafkan) nggak seharusnya mengintervensi otoritas institusional (mengadili).

apalagi utk sebuah negara yang berani meng-claim dirinya NEGARA HUKUM hihihi.