Pages

Monday, March 14, 2005

Penghuni Terakhir, Kekuasaan dan Tekanan

“Mang Ade, ini permintaan saya dan harus dijawab dengan menyebut nama! Dari 3 penghuni terbawah di dua hari terakhir, siapa yang akan Mang Ade ekstradisi?” tanya salah seorang dewan juri pada Mang Ade selaku pemegang kunci di malam esktradisi.

Juri. Hmmm... sebuah jabatan yang menunjukkan bahwa si empunya berada dalam posisi penting dan mempunyai otoritas signifikan dalam pengambilan keputusan. Sebuah tittle pendek yang membuat si pemegang jabatan melupakan esensi keberadaannya di acara tersebut dan membuai dia dengan iming-iming kekuasaan tak terbatas.

Kalau mau sadar, keberadaan dewan juri di malam ekstradisi sesungguhnya nggak ada artinya sama sekali. Mereka cuma datang, duduk, tanya-tanya, selesai! Apa kekuasaan yang mereka miliki? Nggak ada sama sekali! Wong pemenang juga ditentukan oleh SMS dukungan. Makanya saya bingung, kenapa salah satu dewan juri itu bisa merasa punya otoritas untuk menekan Mang Ade buat membuka informasi yang tidak etis untuk ditanyakan. Kelihatan sekali kalau memang manusia ternyata gampang keblinger dengan yang namanya jabatan. Jabatan yang mustinya membawa tanggungjawab lebih besar bagi pemiliknya.

Entah berapa banyak jabatan yang justru dijadikan media untuk menimbulkan tekanan. Atas nama senioritas, orang tua, strata sosial, kekuasaan, otoritas... (you name it) seseorang bisa dengan semena-mena merugikan individu lain yang notabene adalah sejajar harkat dan hakikatnya dalam kehidupan.

Yang lebih menggelikan lagi adalah saat Tina Zakaria... sang MC, “memaksa” secara halus; Diana (salah satu penghuni) untuk melakukan pose dengan ekspresi “ancur”. Penonton terpingkal-pingkal. Diana cuma merasa malu. Tapi dia nggak sadar, kalau sang MC telah melakukan “pemerkosaan” terhadapnya.

Belum lagi arogansi Helmi Yahya yang bisanya saat membawakan game bersikap seolah-olah dia pemegang kekuasaan mutlak atas eksistensi para penghuni dalam rumah petir.

Sementara itu di sisi lain, salah seorang peserta yang dalam setiap episode selalu berada dalam “kursi pesakitan” (3 polling SMS terendah) menjadi cemburu karena dia harus berjuang sangat keras dalam usaha perebutan jabatan “Pemegang Kunci”. Kekesalan yang terakumulasi selama 7 minggu akhirnya pecah dan dia tumpahkan ke penghuni lain yang notabene selalu aman karena terus mendapat dukungan polling SMS yang tinggi. “Lo bisanya cuma sembunyi dibalik dukungan SMS... nggak pernah berani bersaing!”. Qeqeqeqe... kekesalan klasik yang biasa timbul dari golongan tertindas (atau setidaknya yang merasa tertindas). Dia lupa bahwa inti dari acara ini sesungguhnya adalah dukungan publik dalam bentuk SMS atau premium call.

Ah... apa iya semua harus jadi seperti ini? Orang menyelewengkan jabatan, orang yang kurang dukungan merasa jadi yang tertindas? Atau kah ini potret sesungguhnya dari kehidupan nyata? Entah lah. Yang jelas jangan lupa nonton Penghuni Terakhir Beranda; Senin-Sabtu; dan Penghuni Terakhir Ekstradisi; tiap Minggu pukul 20:30. Lumayan lah buat lucu-lucuan. Qeqeqeqeqe...

No comments: