Pages

Monday, October 02, 2006

“Ngapain puasa?” Tanya anak pada bapaknya.



Masih ingat lagu Bimbo yang populer di setiap bulan Ramadhan?

Ada anak bertanya pada bapaknya.
Buat apa berlapar-lapar puasa?


Jawaban yang umum ditemui untuk pertanyaan ini biasanya “supaya kita merasakan penderitaan kaum dhuafa”. Sesederhana itukah? Tentu. Wong yang nanya juga anak-anak. Mereka belum perlu jawaban yang filosofis dan dalam. Biarkan mereka merasa bangga ketika mampu menahan lapar dan haus dari Subuh hingga Magrib. Biarkan mereka berkata lantang pada teman-temannya, “Saya kuat berpuasa”.

Kebanggaan bisa melakukan ibadah yang cukup berat ini mungkin bisa jadi pemicu anak-anak untuk bisa terus mendisiplinkan diri untuk menjaga puasa mereka pol di bulan Ramadhan. Tapi alangkah sedihnya ketika kebanggaan ini juga hinggap pada orang dewasa. Ketika mereka dengan bangganya menceritakan puasa mereka full nggak ada yang bolong. Ketika dengan bangga mereka menuturkan kedisiplinan mereka bertarawih setiap malam, bertadarus, berdzikir. Ketika dengan sombongnya mereka bisa mencap buruk orang yang tidak berpuasa. Apakah selama ini mereka masih percaya bahwa puasa itu bertujuan supaya kita bisa merasakan penderitaan fakir miskin? Alangkah perihnya.

Kalau hanya untuk merasakan penderitaan fakir miskin, buat apa kita bersahur di pagi buta? Untuk apa kita harus menjaga omongan, pikiran dan perasaan? Untuk apa kita harus merelakan waktu istirahat di malam hari demi ibadah?


Kemarin malam dari TOA mesjid terdengar teguran keras pengurus bagi anak-anak. “Yang cuma mau main-main, pulang saja!”. Astaghfirullah... hati saya menangis. Mereka yang seharusnya dekat dengan sang Khalik, yang selalu tak henti melafazkan astma-Nya... kenapa mereka justru menafikan hakikat ciptaanNya? Adalah sunatullah bahwa anak kecil senang bermain. Rasul pun tak berang ditunggangi cucunya saat bersujud dalam shalatnya. Kenapa harus menjauhkan anak-anak dari mesjid? Bagaimana jika anak-anak tersebut enggan mengunjungi mesjid hingga mereka remaja bahkan dewasa? Kenapa tidak dibiarkan saja mereka pada kodratnya? Daripada bermain di tempat nggak jelas, jauh lebih baik jika mereka bermain di mesjid.


Ada satu sifat yang sangat dibenci Allah. Bahkan sebesar biji zahrah pun sifat ini ada di hati manusia, tidak akan terbuka pintu surga. Sifat ini yang selayaknya berusaha kita bunuh dengan cara berpuasa. Menahan lapar dan haus, itu cuma kulit semata. Dalami makna lapar dan haus itu. Selami keindahannya. Niscaya kelemahan fisik yang kita rasakan bisa menjadi sumber kekuatan untuk menghancurkan sifat terkutuk itu: SOMBONG. Banyak ibadah bukan berarti kita jadih lebih dekat dengan-Nya.
Semoga Ramadhan kita kali ini bisa menjadikan kita muslim/muslimah yang khaffah. Amin.

1 comment:

Anonymous said...

just like what the devil said in the movie of DEVIL"S ADVOCAT. The devil said : Vanity is my favorite sin