Monday, March 28, 2005
Live In It, Not Live From It!
[Tulisan ini terinspirasi dari postingan Diki Satya di blognya.]
So... so you think you can tell
Heaven from hell
Blue sky from pain
Jadi... bisa kah kau bedakan...
Antara surga dan neraka...
Langit biru dan kepedihan...
Terkadang membandingkan satu dengan hal lainnya tidak lah semudah perkiraan. Membandingkan antara peran antagonis dan protagonis dalam film pun tidak lagi semudah masa-masa lampau. Saat sekarang, semuanya seakan berada dalam grey area... wilayah ketidakpastian. Brewokan dan dekil belum tentu penjahat. Necis, berdasi dan bersih bukan berarti orang budiman. Satu-satunya yang kebudimanannya permanen hingga saat ini cuma Budiman Hakim, ECD-nya Macs909.
Jangan heran makanya kenapa dalam lagu "Wish You Were Here"-nya Pink Floyd, dipertanyakan perbedaan-perbedaan yang kian terjebak dalam wilayah absurditas tersebut. Sebuah pertanyaan yang terlihat sederhana, tapi sangat sulit saat kita berusaha mengangkat esensi dan hakikat dari pertanyaan tersebut pada kumpulan fakta-fakta atau kenyataan sosial ataupun interpretasi manusia... yang menurut pendapat pribadi kita merupakan rangkuman dalam bentuk jawaban.
Saat logika tak lagi bersahabat, saat nalar enggan berkompromi, tidak ada salahnya kita gunakan satu indera (kalau bisa dianggap begitu) dalam diri kita yang begitu primitif dan jarang terjamah, tapi berdampak besar. Indera itu adalah RASA.
"Ah... itu mah gampang. Asin, manis, pedas. Itu kan nama-nama rasa!"
Qeqeqeqeqe... bukan itu maksud saya. Rasa ini bukan dalam bentuk konkrit dan tangible. Terminologi rasa yang saya maksudkan adalah sesuatu yang tidak kasat mata dan sering menyentuh hati kita. Rasa yang bisa mengombang-ambingkan diri kita tanpa kita sadari. Rasa yang kekuatannya bisa mengalahkan gelombang arus tsunami, menggulung kita dalam ketakberdayaan.
Rasa ini pula yang saya gunakan saat menyaksikan pertunjukan musik. Rasa ini juga yang membedakan kenikmatan saat saya menikmati pertunjukan musik group-group luar dengan group-group lokalan. Memang, tidak banyak live show yang saya hadiri langsung. Phil Collins, Europe, Metallica, Sting... itu saja. Selebihnya saya nikmati dalam bentuk DVD (U2, Steve Vai, Paul Gilbert, Jimi Hendrix, Ringo Star All Star Band, Dream Theatre, dll.).
Ada kenikmatan tersendiri saat melihat bagaimana Phil Collins begitu nyaman berada di antara kungkungan tom-tom dan simbalnya. Bagaimana Steve Vai bisa terlihat sangat mesra bersetubuh dengan gitarnya. Bagaimana Tony Bank tak terpengaruh riuh rendah tepukan penonton saat dia menggerayangi tuts-tuts keyboardnya dengan khusuk. Tanpa sadar... saya bisa meneteskan air mata. Seakan saya terbawa dalam kehikmatan para musisi-musisi tersebut dalam permainan mereka. Begitu menghanyutkan.
Ganti saluran! Pindah ke A-Mild Soundrenalin. Berenteng grup-grup lokal saling unjuk gigi. Berlompat-lompat, berlonjakan, teriak, menggebuk drum, mencacah gitar, macam-macam lah pokoknya. Atraksi mereka begitu atraktif. Tapi sayang, kok tidak meninggalkan bekas ya? Tidak sedikit pun saya tergerak untuk ikut serta mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama lagu. Tidak juga menggumamkan lirih lirik-lirik lagu mereka. Tidak ada. Terhibur? Ya. Terkesima? Hm... nggak terlalu tuh.
Saya merasa, musisi-musisi yang saya sangat menikmati untuk menonton live show-nya tersebut, benar-benar menghidupi musik mereka. Setiap nada yang tercipta berisi makna-makna kehidupan. Beda dengan grup-grup lokalan tersebut. Mereka seakan-akan bertindak atraktif sebagai bentuk tanggung jawab mereka karena bisa hidup dari bermusik.
Cuma sedikit musisi lokal yang bisa merasuki kenikmatan saya dalam menonton. Iwan Fals salah satunya... beserta gerombolan-gerombolan Kantata Takwanya tentu (kecuali Setiawan Djody qeqeqeqe...). Sempat terbayang, apa rasanya melihat Iwan Fals, Sawung Djabo, Edi Kemput berada sepanggung dengan Tony Bank, Billy Sheehan dan Phil Collins. Akankah saya terpaku dalam gelinang air mata? Atau terduduk diam dan lemas dalam ketidakberdayaan akibat hanyutan emosi yang tercipta di atas panggung? Apa pun itu, tentunya sangat menarik.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment