Pages

Tuesday, October 05, 2010

Konsep Kesetaraan Gender di Suku Minangkabau

Padang. Selain terkenal dengan keindahan alamnya (Ngarai Sihanok, Danau Maninjau, Puncak Lawang, dll) ternyata juga punya sistem budaya yang menarik sekali. Para tetua adat dari jaman lampau di sana, bisa mewariskan sebuah sistem yang mampu menempatkan pria dan wanita dalam porsi yang sama pentingnya.

Bahwa mereka menganut sistem sosial matrilineal, kita semua sudah tahu. Garis keturunan ditentukan oleh ibu, bukan bapak. Apa pun yang sifatnya turun temurun dan berkaitan dengan adat, akan mengacu pada garis keturunan ibu.
Jika di satu desa sebuah keluarga memiliki tanah warisan, maka yang berhak menjadi pemilik penerusnya adalah anak wanita. Betapapun mayoritasnya jumlah anak laki-laki, tidak seorang pun berhak mewarisi peninggalan yang diturunkan secara adat. Bahkan dalam tata upacara perkawinan, pihak wanita yang harus melakukan pinangan terhadap pihak pria.

Sebegitu dominankah pihak wanita? Ternyata tidak juga. Dalam keseharian, tampuk pimpinan dalam satu rumah keluarga (rumah gadang) tetap ada di tangan laki-laki. Ia dikenal dengan sebutan Datuak (Datuk). Dalam posisinya sebagai kepala keluarga besar, Datuk punya otoritas dan wewenang yang kuat dalam mengatur kebijakan-kebijakan serta pengambilan keputusan. Datuk harus bertanggung jawab atas keluarga-keluarga yang berada dalam naungan satu rumah gadangnya. Hal ini yang menjadikan seorang Datuk menjadi begitu penting dan dihormati. Ia menjadi figur yang prestisius.

Menarik bukan? Saat masyarakat modern begitu bersemangat menggembar-gemborkan konsep kesetaraan gender, para leluhur kita di daerah Sumatera sudah berhasil menyusun sebuah sistem kemasyarakatan yang mampu menempatkan dua gender memiliki peran yang setara.

Mengenai sistem pemilihan Datuk sendiri, ternyata juga memiliki proses yang unik. Kembali di situ terlihat bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki peran masing-masing. Insya Allah akan saya tulis di postingan berikut supaya tak terlalu panjang.

No comments: