Pages

Tuesday, February 01, 2005

Most Wonderous Night

Ilham (anak pertama saya) sudah berusia 6,5 tahun. Adeknya, Zahra, berusia 3 tahun 2 bulan. Sejak mereka lahir belum pernah sekali pun saya menidurkan mereka (kalo kata orang Suriname, tuck them in). Biasanya mereka bobo sama ibunya.... sampai tadi malam. Mereka harus tidur misah karena ibunya sakit demam dan nggak bisa kena AC (anak-anak saya kebetulan produk metropolitan yang sudah bergantung dengan sebuah piranti bernama "pendingin udara").

Tucking in... sebuah kegiatan yang sangat sederhana memang. Nemenin anak sampai mereka bobo. Tapi ternyata pengalaman yang saya dapat tidak sesederhana itu.

Dimulai dari mengatur posisi tidur. Karena kasur yang tersedia cuma satu, anak-anak saya harus berbagi. Kemungkinan yang tersedia tidak banyak. Mereka harus tidur bersebelah-sebelahan.

Kemudian menemani mereka tidur-tiduran (anak kecil nggak bisa kaya' orang tua, nempel bantal langsung molor). Sebelumnya kita bareng-bareng baca doa sebelum tidur. Saya sempat sedikit membangkitkan keberanian mereka untuk melawan rasa takut akan setan; dengan membaca doa sederhana "A'udzubillahi minassyaitoni rojiiim". Adek lumayan nerima. Dia bahkan berkomentar "Kalau setannya ke rumah orang, kita usir lagi ya Pak..." (kurang lebih gitu deh... gak persis plek ketiplek). Dia bahkan nambahin "...minum susu yang banyak biar kuat jadi setannya takut...". Sebuah statement polos yang membuat saya tertawa.

Lalu saya meminta ijin untuk mematikan lampu besar dan menyalakan lampu kecil. Ajaib! Mereka setuju. Padahal mereka biasanya paling anti dengan yang namanya tidur dalam gelap. Selanjutnya saya membacakan surah Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas. Surah-surah pendek ini semoga bisa gampang teringat oleh mereka.

Sesaat setelah selesai berdoa, mereka kemudian tertidur. Saya menyelimuti mereka supaya kalau nanti tengah malam mereka tidak kedinginan. Sebelum keluar kamar untuk mengurus ibunya yang sedang demam di kamar lain, sejenak saya melihat ke arah mereka. Tiba-tiba... entah dari mana datangnya... perasaan hangat menjalar dalam dada saya. Perasaan itu begitu nyaman dan membuat saya begitu bahagia. Nggak tauk kenapa, saya lalu merasakan syukur yang amat sangat besar atas anugerah yang terindah dalam hidup saya itu. Tiba-tiba saja dua tabung oxygen kehidupan saya itu (bosen pake metafora "mutiara/permata kehidupan") menjadi begitu mempesona (biasanya ngerepotin... satu susah belajar, satu keras kepala). Mereka terlihat begitu damai dan menenangkan. Suatu perasaan yang bisa meneduhkan jiwa dari hingar-bingarnya aktifitas duniawi yang menyesatkan ini. Ah... saya memang harus sering-sering menina-bobokkan mereka.

No comments: