Pages

Wednesday, January 30, 2008

Iklan Dan Politik


Waaah mimpi apa ini. Seumur-umur belum pernah menulis review untuk sebuah buku, tiba-tiba dapat kesempatan emas dari boss... sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan. Kalau Anda menemukan banyak sekali kekurangan, tolong jangan sungkan menegur. Terima kasih buat semua yang rela menyisihkan waktu untuk membaca.

Gambar di atas adalah cover bukunya, ulasan bisa dilihat di sini.

Monday, January 28, 2008

Berita Duka


H. Muhammad Soeharto
Lahir: Kemusuk, 1 Juni 1921
Wafat: Jakarta, 27 Januari 2008

Kami segenap staff dan karyawan blog My Sanctuary turut berbelasungkawa atas mangkatnya Bapak Soeharto, Presiden RI ke-2.

Wednesday, January 23, 2008

Mau Apdet Tapi Gaptek


Atas usulan beberapa teman, saya disarankan punya account di facebook. Sekitar dua bulan sempat tidak saya hiraukan, tapi akhirnya penasaran. Biar nggak so last year, buru-buru bikin.
Dasar gaptek facebook, nggak sempet mempelajari, account saya terlantar. Seorang teman bahkan begitu marahnya saat tahu saya punya facebook tapi nggak nge-add dia. Padahal saya emang bener-bener awam masalah per-facebook-an ini. Buktinya, total 300-an invitation/request/notification tidak pernah saya urus.
Satu jam sudah terpakai untuk membuang satu persatu daftar invitation/request yang berderet panjang. Walhasil scroll bar di sisi kanan cuma bergeser 3 mm.
Saya menyerah!
Ada yang tau gimana cara menghilangkan undangan-undangan itu secara kolektif?
(Kalau saja bisa select all terus didelete... -sigh-)

Friday, January 18, 2008

AwasKecolongan.co.id

Tanpa bermaksud mendramatisir kekurangtelitian penulisan; seperti yang juga sering saya lakukan; ketelitian dalam bekerja sepertinya harus terus kita ingatkan untuk diri sendiri. Sepanjang perjalanan saya bekerja, kecolongan salah ketik sudah jadi momok yang paling ditakuti saat memeriksa FA. Biar sudah diusahain untuk memeriksa kata per kata, huruf per huruf, tetep aja yang namanya 'kelewatan' masih sering berulang.

Jadi, kalau kita yang tiap hari berkecimpung dengan dunia tulis-menulis aja masih bisa kecolongan, kesalahan dari pihak DepHub (seperti gambar di bawah) mustinya bisa ditolerir. Ya nggak sih? (Kaya'nya gambar ini bisa jadi key visual dari campaign situs AwasKecolongan.co.id). :p

Wednesday, January 16, 2008

Adam Fulara



Iseng browsing websitenya Paul Gilbert, salah satu linknya (sori lupa di bagian mana) mengacu pada video Adam Fulara di situs video paling populer saat ini. Komentar Paul untuk video ini lucu sekali. Dalam Bahasa kira-kira seperti ini "Nih orang tampangnya konyol, tapi mainnya keren banget". Sebuah komplimentari yang bikin penasaran mengingat pemilik website itu sendiri merupakan salah satu gitaris idola saya.

Pas nonton videonya, emang bener. Tampangnya cupu, tapi mainnya mak... gak nyangka deh gitar bisa dimainin dengan teknik sedemikian luar biasanya sampai bisa menghadirkan satu bagian dari komposisi klasik Johan Sebastian Bach berjudul BWV 848. Ngomong-ngomong ada yang tahu nggak BWV itu apa artinya? Dalam situs resmi yang dipersembahkan untuk J. S. Bach, komposisi-komposisi hasil karyanya bisa terkategori lewat nomor-nomor BWV ini. Total ada sekitar 1200 BWV yang sudah dihasilkan. Luar biasa sekali komposer ini.

Kembali ke kang Adam, permainannya yang begitu mengagumkan itu jelas bukan hasil pendalaman teknik seminggu. Sepertinya bisa bertahun-tahun. Saya ingat dulu, mempelajari teknik bermain Paul Gilbert di salah satu album Mr. Big, Lean Into It, bisa makan waktu sampai seminggu untuk satu lagu. Padahal teknik bermainnya masih menggunakan teknik dasar (hamering, finger picking). Nah si Adam Fulara ini mengembangkan teknik two handed tapping tanpa finger picking. Ini tentu saja butuh penyesuaian yang luar biasa mengingat secara refleks, seorang pemain gitar biasanya menggunakan tangan kanan untuk memetik. Pun jika melakukan teknik hammer on, biasanya hanya satu jari, bukan empat jari seperti yang dilakukan Adam.

Jadi pingin latihan gitar lagi hehehe. Gitar listrik satu-satunya yang boleh beli (tepatnya dibeliin sih :p) di jaman SMA, sudah nyaris dua tahun tak tersentuh. "Istri" pertama saya itu sepertinya sudah berteriak minta diperhatiin lagi.

Pilihan yang berat, main sama anak, ngobrol sama istri kedua... atau memainkan "istri" pertama?

Friday, January 11, 2008

Biar Bekas Asal Nyaman


Ini dia kereta api bar-lam (baru tapi lama). Ekonomi AC yang konon katanya boleh beli sisa dari negeri Matahari Terbit. Di sana sudah nggak terpakai, jual murah (mungkin murah lho ya...) dengan kualitas masih sangat layak guna. Per di beberapa jok kursinya mungkin sudah tak selentur waktu masih baru, tapi tetap saja jauh lebih manusiawi ketimbang kelas ekonomi yang non-AC (saya nggak sempet ngambil fotonya, takut HP kecopet nanti).

Mungkin sebagian kita menganggap adalah sebuah langkah bijak menggunakan barang sisa yang masih layak pakai. Nggak perlu keluar biaya banyak. Sebuah pola pikir yang bisa menjelaskan kenapa transaksi barang bekas di negeri ini begitu marak. Mulai onderdil, baju, elektronik, dll.

Saya tidak menyalahkan pandangan ini. Cuma mbok ya prihatin sedikit opo'o. Kalau mental kita terbiasa untuk nerima barang bekas terus, apa nggak makin terbelakang bangsa ini? Makin ogah mikir untuk melakukan inovasi-inovasi. Nunggu, nunggu dan terus menunggu. Produsen kereta bekas yang masih kita nikmati ini mengalami tragedi terbesar dalam sejarahnya, hanya berselang 8 hari dari tanggal kita memproklamirkan kemerdekaan. Lihat sekarang, kita menggunakan barang bekas mereka. Plis deh... (minjem istilah gaul masa kini).

Ah sutra lah. Buat apa berpanjang lebar. Belum tentu bisa memberi solusi. Mending nikmati saja. Dengan harga karcis Rp 6.000,-; empat kali lipat dari harga karcis ekonomi biasa; anak saya bisa mendapat kenyamanan yang nilainya berkali-kali lipat lebih nikmat ketimbang sumpeknya berdesak-desakan dengan kerumunan. Keringetan, bikin bau badan pula.

Biarin bekas, asal nyaman.


Halo...


Hi... apa kabar? Lama nggak ketemu.
Hampir pangling... padahal mukamu nggak banyak berubah.


Sisi-sisimu tetap kaya' dulu.
Tapi... terakhir ketemu banyak kerumunan orang berdiri.
Salah satunya pasti copet.
Kalau pengamen aku langsung tahu.
Biasanya bawa gitar, kecrekan dari tutup botol atau yang sekedar nyanyi beriring tepuk tangan.
Kantong uang dari bungkus permen jadi penutup reportoir.


Kali ini beda.
Terasa lebih senyap.
Hm... pasti karena menjelang senja, apalagi sekarang hari libur Tahun Baru Islam.

Terakhir jumpa, statusku masih mahasiswa.
Pertemuannya pun tak sengaja.
Karena tertidur, setasiun kampusku jadi terlewati.
Kuputuskan untuk balik naik angkot. Cukup bayar cepek karena harga karcismu lima ratus perak.


Kali ini aku bawa buntut dua.
Yang satu ganteng, yang satu cantik.
Tapi pasanganku tetap sama. Iya, dulu pacar, sekarang istri.
Sayang lagi noleh, mukanya kamu nggak bisa lihat.

Jangan khawatir karena aku masih akan sering ngunjungi kamu.
Kangenku belum hilang.
Sampai ketemu ya...

Permainan Yang Bukan Main-Main


Teks di papan petunjuk bertuliskan:
"Dilarang berjualan. Kawasan khusus penumpang."


"Hukum dibuat untuk dilanggar!", semua orang sudah tahu.
Bahkan tukang tahu pun tahu.
Meski sering kura-kura dalam perahu.
Anak kecil yang doyan tahu,
walaupun belum benar-benar tahu,
sering melakukan pelanggaran hukum ini huhuhu... (waduh, maksain rhyming).

Tapi yang ini bukan main.
Walau sepertinya tampak seperti main-main.
Yang jelas, pasti ada main.
Entah antar 'pemain'...
atau antar bukan pemain.

Aaaah hukum di negara ini.
Begitu mudah berganti-ganti.
Atau sekedar comot sana-sini.
Tetap saja bercelah penuh arti.

Hehehe....

Tuesday, January 08, 2008

Indonesia Bangsa Pemaaf


Image pinjem dari sini.

Nggak tahu kenapa kita gampang sekali memberi maaf. Kesalahan segunung bisa termaafkan dengan satu kebaikan. Kesalahan yang bertumpuk jadi termaafkan saat si pembuat kesalahan menderita. Menderita karena sakit, menderita karena kehilangan kekuasaan (ini perlu dipertanyakan sih, apa iya bener2 menderita?), menderita karena terlalu tua (orang tua kan udah nggak kuat ngapa2in lagi... katanya).

Pernah nggak ngalamin dapat tetangga yang nyebelin banget? Bikin ribut sampai anak bayi kita nggak bisa tidur, nanam pohon tinggi yang daun-daun rontoknya ngotorin pekarangan kita, punya motor kelaksonnya kaya’ bunyi kambing ngembek yang berisik buanget, ibu rumpi yang sambil nyapu halamannya ngelirik-ngelirik penuh rasa penasaran ke arah rumah kita... dan daftarnya pun berlanjut (silaken isi sendiri).

Anehnya saat kita kesusahan dan kebetulan tetangga yang nyebelin itu membantu, langsung semua kekesalan masa lalu itu termaafkan. Kita jadi permisif dan begitu pemaaf. Gangguan-gangguan yang datang berikutnya bisa diterima karena kita kemudian berusaha mencari (membuat-buat) pembenaran yang bisa jadi alasan kenapa dia berbuat begitu.

Apa ini budaya Jawa? Nggak juga. Dalam sejarah tanah Jawi, cukup banyak kisah yang menggambarkan bahwa masyarakat yang kerap tampak santun dan lemah lembut ini pun bisa jadi pemarah dan beringas.

Budaya timur? Halah... terminologi apa pula ini. Nggak usah terlalu mendikotomikan timur dan barat lah. Orang barat kalau dipuji otomatis akan bilang “thank you”. Coba puji temen kita deh, paling banyakan juga mesem-mesem malu tapi ge-er. Jadi maaf aja kalau saya tidak mau membedakan budaya barat dan timur yang kemudian biasanya mensuperiorkan salah satu budaya di atas lainnya.

Jadi dari mana ya tradisi bangsa pemaaf ini lahir? Ada yang tahu?


PS
Saya lagi nggak ngebahas topik ‘hangat namun basi’ yang muncul kembali seputar salah satu tokoh bangsa ini lho ya.

Thursday, January 03, 2008

Resolusi 2008

Dua jam 19 menit lepas dari 2007.
Istri sudah tidur, anak-anak apalagi.
Hm... waktunya bikin resolusi nih.
Ritual tahunan kebanyakan orang yang seharusnya bukan lagi sekedar formalitas.
“Sadar Cin! Inget umur. Pasang target, berupaya sekuat mungkin. Selebihnya, berhasil atau nggak itu urusan Maha Kuasa.” kata saya pada saya dalam hati.
Karenanya, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dimana saya nggak pernah sekalipun pasang resolusi, awal tahun ini saya coba pendekatan lain.
Tapi mohon maaf, karena resolusi saya sifatnya sangat personal, saya ngerasa nggak enak mencantumkannya di sini, di area publik.
Yang jelas selain beberapa resolusi, ada juga harapan buat saya, Anda, kita semua. Semoga tahun ini kita bisa lebih bijak menghadapi hidup.
Teguran dari alam semesta sudah sedemikian keras, mau tunggu seperti apa lagi supaya kita bisa melek?
Kalau kita semua masih menganggap bahwa itu adalah teguran untuk pemerintah saja, sepertinya itu salah besar. Alam nggak pernah menegur secara parsial.
Dosa dan kesalahan kita kolektif sifatnya. Aktif maupun pasif, kita punya peranan.
Jadi mungkin ada baiknya kalau kita berhenti untuk sekedar berkeluh kesah dan mulai untuk mencoba. Banyak yang sudah berani memulainya masakkan kita nggak sih?
Ikan hiu di lemari, yiuuuuuk mariiiiiiiii!