Pages

Thursday, August 24, 2006

Transaksi Dalam Hubungan

Ya. Saya sangat percaya bahwa dalam setiap bentuk hubungan, selalu berdasarkan transaksi. Ada take and give di situ, berapa pun kadarnya... bagaimana pun bentuknya. Saya percaya bahwa hubungan akan sangat sulit berjalan jika satu pihak cuma sibuk memberi sementara pihak lainnya terus saja menerima.

Hubungan orang tua dan anak pun tak terlepas dari sifat transaksi ini. Meskipun pemberian orang tua pada anak tulus, pada akhirnya orang tua akan tetap menjadi orang tua. Mengharapkan anak untuk mendengarkan dan menuruti nasihat orang tua.

Hubungan pertemanan? Lebih-lebih lagi. Setulus-tulusnya kita membantu teman, biasanya ada pengharapan yang menyertainya. Minimal kita akan merasa senang jika yang kita bantu bisa mengungkapkan rasa terimakasihnya.

Mungkinkah pandangan saya ini sangat terpengaruhi oleh paham materialistik? Saya sendiri nggak gitu ngerti. Tapi yang jelas saya sangat percaya, saat dalam sebuah hubungan kita tidak melihat lagi adanya manfaat yang bisa kita peroleh itu tandanya hubungan tersebut sudah kehilangan maknanya. Dan ketika pengharapan atas adanya manfaat itu muncul, kita sudah melakukan "transaksi" dalam sebuah hubungan.

Monday, August 14, 2006

Princess for a Princess

Zahra Syamila atau lebih sering saya panggil dengan Ndut, begitu menyukai figur fantasi Princess. Mulai DVD, tas sekolah, baju, kostum, selop, sepatu, seprei semua bertemakan princess. Wujudnya terwakilkan dalam cerita yang bermacam-macam. Puteri Salju, Barbie, Cinderella... pokoknya asal ada sosok puteri cantik bermahkota, dia pasti menyebutnya dengan princess.


Secara princess gitu loh, maka warna pink adalah warna yang mendominasi. Buat saya ini lucu sekali. Sejak dulu, baik saya maupun ibunya nggak pernah mendoktrinasi dia dengan sosok-sosok kemayu ini. Bahkan bisa dibilang, kita seakan membentuk karakter dia menjadi tomboy. Ini sih sepertinya obsesi ibunya, secara waktu kecil hingga remaja istri saya merupakan sosok yang tomboy. Sahabat perempuannya bisa dihitung dengan jari. Sahabat laki-lakinya... weks, banyak beuneur. Itu juga yang bikin saya memilih dia. She's more like a best friend to me dan saya memilih untuk menghabiskan hidup dengan sahabat ketimbang orang tercinta. Cinta, sayang... itu bisa hilang jika tak dipiara (makasih buat seseorang yang membagi hal ini pada saya); tapi tidak persahabatan. Persahabatan begitu tulus, murni dan abadi. Adapun rasa yang kemudian muncul dibalik persahabatan itu lebih indah untuk dinikmati daripada diyakini.


Back to my princess.



Sabtu 5 Agustus lalu salah satu klien kita mengadakan acara. Sponsor utamanya adalah produsen boneka Barbie. Dalam acara itu, akan dibagi-bagikan gratis boneka Barbie untuk panitia dan pengisi acara. Mengingat si Ndut adalah penggemar Barbie, maka saya memutuskan untuk bisa datang. Tapi satu dan lain hal, saya jadi berhalangan. There goes my baby’s Barbie... hiks.


Sampai di hari Senin yang katanya orang adalah blue monday (hm... saya agak ngerasa gitu juga sih hari itu, soalnya pas weekend ada kejadian yang kurang mengenakkan). Setibanya di kantor, tiba-tiba dipanggil Ais “Bucin... bucin, sini deh...”. Saat saya dekati, tebak apa yang dia pegang? Tepat. Satu paper bag berisi sebuah boneka Barbie dengan gaya princess. “Gue inget kok...” kata Ais sambil menjulurkan paper bag tersebut. Oh my god... I’m so touched. Almost crying, tas itu saya ambil dan berkata “Oh it’s so pretty (maaf sok ngenglis :p)... makasih Ais.”


Malamnya saya pulang agak larut (hm... kalau jam 1 pagi itu agak larut apa udah larut banget nggak sih? hihihi). Sampai di rumah, ritual suami sayang istri (apa takut istri ya...). I kiss my wife on the forehead while she slept. Tiba-tiba dia kebangun. Zahra juga (duh, nih anak udah mau 5 tahun tapi kolokan, kalo bobo harus sama ibunya). Kebetulan boneka Barbienya sudah saya pasang di atas lemarinya dia. Waktu ibunya bilang “De, lihat bapak bawa apa?” sambil menunjuk ke arah boneka. Zahra yang masih 5 watt mukanya tiba-tiba tersenyum malu dan memeluk ibunya kembali. Qeqeqe anak ini, kalo bapaknya bikin surprise pasti selalu gitu. Malu-malu kucing, seneng tapi berusaha nggak ditunjukin. Dia lalu melirik-lirik ke arah bonekanya dan kemudian tertidur lagi.


Saat rebahan di tempat tidur, saya jadi geli sendiri. Kenangan masa kecil sepintas berkelebat. Masih jelas bagaimana dulu saya juga punya imajinasi seperti itu. Mengasosiasikan diri dengan tokoh idola. SPACE GHOST (duh, ketahuan tokunya deh). Nggak tahu kenapa, saya dulu sangat menyukai tokoh itu. Seiring berjalannya waktu, idola-idola saya juga berganti. Jago kung-fu, cowboy, tentara dan banyak lagi figur-figur lainnya. Tapi... bentar deh, kaya’nya sampai sekarang pun saya masih sering mengasosiasikan diri dengan tokoh tertentu. Hehehe... ternyata itu nggak akan pernah berhenti. Sepertinya itu yang bikin hidup ini jadi lebih menarik untuk dijalani. Dibalik segala keterbiasaan dan keharusan, kita ternyata masih butuh sarana lain untuk sejenak melepaskan diri dari kebosanan dan kepenatan. Eskapasi kata teori waktu kuliah dulu.


Ah... such a lovely imagination. No wonder some people don't want to grow up.


Back to Zahra.
Keesokan harinya, saya sempatkan untuk mengambil gambar dia dengan boneka princess Barbienya. Lihat aja gambarnya di bawah. Kelihatan nggak kegembiraan dia di matanya? :)



Special thanx buat Ais & Anna.